Badan Kepegawaian Negara yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk meningkatkan kinerja PNS tersebut diperlukan kegiatan yang dapat memotivasi PNS agar bekerja lebih baik dengan meningkatkan pelayanan di bidang kepegawaian. Pemberian pelayanan yang baik sangat tergantung pada keakuratan data PNS dan perlu dibangun sistem informasi dan database kepegawaian melalui kegiatan Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) pada tahun 2003 dan kegiatan konversi NIP dalam rangka keakuratan dan efektifitas informasi data kepegawaian dengan memanfaatkan teknologi informasi terkini.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Nomor Induk Pegawai Negeri Sipil yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan kaidah dan kondisi serta mobilitas operasional kepegawaian. Untuk ketertiban dan keteraturan serta pengandalian administrasi PNS, maka setiap PNS harus diberi Nomor Identitas. Nomor identitas haruslah bermakna yang dapat mencerminkan ciri khusus dan fungsinya, sehingga nomor yang digunakan tersebut memiliki jati diri dan nilai guna serta bermanfaat baik bagi instansi maupun pegawainya.
Nomor Identitas PNS ( NIP ) yang selama ini digunakan terdiri dari 9 angka yaitu 2 angka pertama menunjukan Instansi dimana PNS yang bersangkutan terdaftar pada waktu PUPNS Tahun 1974 atau Instansi yang mengangkat pertama kali sebagai CPNS/PNS. Dengan demikian kode instansi hanya bisa diberikan dari angka” 01” sampai dengan angka “99”. Sedangkan 7 angka berikutnya menunjukan nomor urut PNS yang bersangkutan pada Instansi.
Dengan perkembangan administrasi Kepegawaian PNS dewasa ini, maka prinsip 2 angka pertama menunjukan Instansi sebagaimana telah saya sebutkan tadi, sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip manajemen PNS karena :
Pertama, sistem kepegawaian yang memungkinkan seorang PNS pindah Instansi, dan apabila PNS yang bersangkutan pindah instansi maka NIP yang bersangkutan tetap menggunakan NIP pada instansi waktu pertama yang bersangkutan diangkat dan tidak menggunakan kode NIP Instansi yang baru yang bersangkutan pindah,
Kedua, telah beberapa kali terjadi penghapusan/penggabungan Instansi sejak orde baru sampai dengan orde reformasi, sehingga NIP PNS yang instansinya dihapus/digabung tetap menggunakan kode instansi yang dihapus/digabung, Ketiga, dengan adanya pengalihan besar-besaran PNS Pusat menjadi PNS Daerah pada Tahun 2000 dan 2001, sehingga setiap Pemerintah Daerah telah memiliki PNS dengan kode NIP yang bermacam-macam. Terkait dengan hal tersebut diatas, telah mempengaruhi psikologis pembinaan disetiap instansi karena tidak jarang dijumpai perlakuan diskriminatif dengan melihat asal Instansi ( kode instansi yang tercantum dalam NIP ), Keempat, perkembangan pembentukan instansi/ pemerintah daerah yang memerlukan kode NIP telah melebihi 100 instansi, padahal ketentuannya hanya mampu menampung 99 instansi ( 01 :DDN s.d. 99 : Irian Jaya Barat).
Dari alasan-alasan tersebut, maka telah ditetapkan Peraturan Kepala BKN Nomor 22 Tahun 2007 tentang Nomor Identitas PNS yang disingkat NIP, dan Peraturan Kepala BKN Nomor 43 Tahun 2007 tentang Tata cara Permintaan, Penetapan dan Penggunaan NIP, ke dua Peraturan Kepala BKN ini telah merubah ketentuan lama yang mengatur nomor induk PNS yang berlaku selama ini dirubah menjadi nomor identitas PNS . Untuk persiapannya diperlukan data PNS yang akurat, Badan Kepegawaian Negara telah melakukan konversi NIP PNS dari NIP lama 9 (sembilan) angka menjadi NIP baru 18 (delapan belas) angka, NIP baru meskipun terdiri dari 18 angka tetapi mudah diingat karena 8 angka pertama menunjukan tahun,bulan dan tanggal lahir PNS, 6 angka berikutnya menunjukan tahun dan bulan pengangkatan pertama CPNS/PNS, 1 angka berikutnya menunjukan jenis kelamin PNS ( angka 1 = pria, angka 2 = wanita) dan 3 angka terakhir menunjukan nomor urut PNS.
Selain perhatian kita terhadap pengaturan administrasi PNS agar tertib dan teratur, maka perhatian kita harus, juga tertuju kepada PNS sebagai unsur aparatur negara, dimana pada pundak PNS atau kita semua melekat tanggung jawab dalam mengemban pelayanan masyarakat sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Tugas dan tanggung jawab seorang PNS akan berdaya guna dan berhasil guna jika secara menyeluruh dan konsisten adanya dukungan layanan kepegawaian yang bermanfaat dengan dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, sehingga PNS dan keluarganya merasakan layanan kepada dirinya dan keluarganya lebih terperhatikan.
Sebagai contoh, kita melihat dengan jelas bahwa selama ini Kartu Pegawai Negeri Sipil, yang kita kenal dengan singkatan KARPEG yang berlaku selama ini belum dapat dimanfaatkan untuk kemudahan pemberian pelayanan secara multiguna kepada PNS, Penerima Pensiun, dan keluarganya. Untuk itu perlu dibangun sistem layanan yang lebih efesien dengan menfaatkan teknologi informasi . Oleh karena itu, perlu diciptakan Kartu PNS Elektronik yang disingkat KPE yaitu kartu identitas PNS yang menggunakan teknologi smartcard dan otintifikasi sidik jari, sehingga selain sebagai identitas, KPE juga dapat dimanfatkan untuk berbagai layanan seperti perbankan, kesehatan,Taspen, Taperum, dan aktivitas transaksi merchant, serta fungsi-fungsi lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, serta mendukung profesionalisme PNS. Dengan demikian KPE ini nantinya akan menggantikan fungsi KARPEG yang selama ini kita gunakan.
Terkait dengan program ini, telah ditetapkan Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu PNS Elektronik . Salah satu tujuan dari KPE adalah meningktakan pelayanan kepada PNS. Kegiatan pengembangan KPE ini telah dirintis sejak tahun 2006 yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama antara Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan PT SUCOFINDO (Persero) tentang PEMBANGUNAN, PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN KARTU PEGAWAI NEGERI SIPIL ELEKTRONIK DALAM SISTEM LAYANAN PEGAWAI NEGERI SIPIL dengan perjanjian kerjasama nomor : 01/KS/I/06, 070/DRU-I/RKT/2006, Tgl 23 Januari 2006. Sejalan dengan hal tersebut kemudian dibentuk tim persiapan implementasi KPE dengan asumsi sumber pendanaan tidak membebankan APBN namun berasal dari stakeholder terkait, misal instansi, perbankan, dll.
Kemudian pada tahun 2006 – 2007 dilakukan ujicoba pengambilan data biometric PNS di Instansi Paguyuban Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN, ANRI, BKN, BPKP, dan LAN) termasuk beberapa Kantor Regional BKN. Dalam rangka implementasi pemanfaatan smartcard sebagai KPE, pada tahun 2008 dilakukan penerbitan KPE sebanyak 525.000 kartu melalui pendanaan APBN dimana PT. SUCOFINDO (Persero) terpilih sebagai pelaksana kegiatan melalui proses pelelangan umum yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan Surat Perjanjian/Kontrak No. : 11/KONTRAK/LANJAFOR/X/2008. Pada tahap selanjutnya, tahun 2009 telah dilakukan penerbitan KPE sebanyak 625.000 kartu melalui pendanaan APBN dimana PT. SUCOFINDO (Persero) terpilih kembali melalui proses pelelangan umum yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan Surat Perjanjian/Kontrak No.:07/KONTRAK/LANJAFOR/IX/2009.(sumber)
Tags:
KPE