Jiplak KTI, 125 Guru Urung Sertifikasi

Harus Mengulang, Dispendik Gelar Pelatihan

Ponorogo – Ini kabar yang tak mengenakkan tentang kejujuran guru. Sebanyak 125 peserta latihan pendidikan guru (PLPG) di Universitas Negeri malang urung mendapat sertifikasi lantaran ditengarai menjiplak Karya Tulis Ilmiah (KTI). Mereka akhirnya harus menyusun ulang Karya Tulis Ilmiahnya.
“Terkait itu (Karya Ilmiah dengan tema sama, Red), belum ada surat resmi. Yang pasti, empat peserta dinyatakan tidak lulus,” kata Sumani, sekretaris Dinas Pendidikan (Dispendik) Ponorogo, kemarin (10/10).
Sumani belum bersedia memberi informasi detail tentang nasib 125 guru yang harus menyusun KTI itu. Dari 1.113 guru tingkat SD hingga SLTA yang mengikuti PLPG dalam sembilan gelombang, 945 di antaranya dinyatakan lulus. Jumlah guru yang lolos sertifikasi atau gagal masih dapat bertambah lantaran peserta PLPG gelombang VIII dan IX belum diumumkan.
Menurut Sumani, pihaknya segera mengumpulkan 125 guru yang belum mendapatkan sertifikasi itu. Mereka akan menjalani pelatihan tambahan dan pembekalan dengan menghadirkan tutor andal. Langkah itu dilakukan untuk menambah wawasan dan pemantapan sebelum menjalani ujian ulang PLPG di malang. “Mungkin minggu depan kami kumpulkan karena masih menunggu pengumuman gelombang delapan dan sembilan”, terangnya.
Secara terpisah, Sekretaris Dewan Pendidikan Ponorogo Aliyadi menyatakan dapat memaklumi jika lebih dari seratus peserta PLPG mengulang ujian KTI. Sebab, mereka terdiri atas guru uzur dengan usia di atas 50 tahun.
“Di lapangan memang banyak masalah. Dengan kata lain, mobil tua dipaksa berjalan dengan kecepatan tinggi pasti ngoyo”, paparnya.
Dekan Fakultas Teknik Unmuh Ponorogo itu menambahkan, banyak guru di wilayah pinggiran Ponorogo yang sudah tua. Nah, mayoritas mereka belum melek alias gagap teknologi.”Pegang komputer saja bingung, apalagi membuat karya tulis ilmiah,” terang Aliyadi.
Jika memang terjadi kecurangan dalam penyusunan karya ilmiah, jelas Aliyadi, mereka melakukannya demi mendapat gaji yang lebih besar. Motivasi seperti itu yang diduga membuat sejumlah peserta gelap mata dengan mengambil langkah plagiat. “Jika sesuai aturan main dan jujur, yang lulus mungkin hanya satu atau dua,” tambahnya.
Aliyadi lantas mengibaratkan tenaga pendidik itu sebagai mobil. Jika ingin meningkatkan mutu pendidikan, dibutuhkan mobil baru lantaran lebih kencang dan mudah untuk mengoperasikannya. “Seharusnya ganti mobil baru biar ada regenerasi,” tegasnya. ( sumber: suarapendidikan.com)
Wilkerdik Kudu

ad

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post