Fungsi Dewan Pendidikan di Era Desentralisasi

Bandung (Dikdas): Apa tugas dan fungsi Dewan Pendidikan di Era Desentralisasi? Pertanyaan ini terkandung dalam paparan Prof. Dr. H. D. Budimansyah, M.Si., Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, ketika menyampaikan materi tentang Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan, di Hotel Garden Permata, Jl. Lemahneundeut No. 7 Sentrasari, Bandung, Selasa siang (5/6).

Pertanyaan itu mengemuka, tatkala D. Budimansyah memaparkan permasalahan pendidikan di hadapan 100 pengurus Dewan Pendidikan penerima Bantuan Sosial dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar c.q Kegiatan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah yang Terbina. D. Budimansyah  memaparkan, hingga saat ini berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.

“Memang, sebagian sekolah telah menunjukkan adanya peningkatan mutu yang cukup signifikan. Namun sebagian lainnya, seperti umumnya sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terpencil, masih belum menunjukkan adanya peningkatan. Mutu pendidikan belum merata,” tegas D. Budimansyah.

Dari berbagai pengamatan dan analisis yang selama ini dilakukan, lanjut D. Budimansyah, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan belum mengalami peningkatan secara merata. Pertama, penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan education production function atau yang lebih dikenal dengan pendekatan input-output analysis, tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini menganggap bahwa, apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, serta perbaikan sarana-prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function, terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang, dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi dari birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

Ketiga, partisipasi warga sekolah, termasuk guru dan masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah, sangat tergantung pada guru. Bentuk pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah. Partisipasi masyarakat selama ini, pada umumnya sebatas pada dukungan dana. Sedangkan dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang atau jasa kurang diperhatikan.  Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).

“Misalkan, ada contekan berjamaah di SD di Surabaya beberapa waktu lalu. Ceritanya, jawabannya diberikan kepada siswa terpandai dan kemudian disebarluaskan. Lalu, orangtua murid protes. Nah, ini kan bukti bahwa akuntabilitas sekolah rendah; karena hanya untuk lulus ujian nasional kok mengorbankan karakter,” kata D. Budimansyah.

Setelah menguraikan tiga faktor yang melatarbelakangi mutu pendidikan yang tidak merata tersebut, D. Budimansyah kemudian menyatakan bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan stakeholder pendidikan yang bisa turut mempercepat upaya peningkatan mutu pendidikan secara merata. Ini karena keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Indonesia. Lebih-lebih, saat ini merupakan era otonomi daerah yang disertai dengan desentralisasi pendidikan.

Seperti diketahui, otonomi daerah dilaksanakan atas dasar pemikiran bahwa masyarakat daerah lebih mengetahui permasalahan dan kebutuhan mereka sendiri, dan karena ini, mereka merupakan fondasi yang kuat dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Dan di era desentralisasi seperti saat ini, masyarakat daerah lebih banyak berperan dalam kebijakan operasional, penanggung jawab, sekaligus pelaksana terdepan.

Sementara dalam desentralisasi pendidikan, masyarakat dianggap sebagai pihak yang paling menentukan terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan dasar dan menengah di setiap daerah. Masyarakat adalah sumber inspirasi dan sasaran yang harus dicapai dari sistem pendidikan di daerah. Masyarakat juga merupakan sumber dana bagi penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah, di luar biaya yang diperoleh dari sumber-sumber anggaran pemerintah pusat. 

Dengan demikian, masyarakat adalah stakeholder  dari sistem pendidikan dasar dan menengah, atau pihak yang paling menentukan terhadap sistem dan proses pendidikan.

“Namun persoalannya, masyarakat itu sangat kompleks dan tidak miliki batas yang jelas, sehingga sulit menentukan masyarakat yang mana sebagai stakeholder di bidang pendidikan? Nah, salah satu cara memfungsikan masyarakat sebagai stakeholder tersebut adalah dengan menggunakan prinsip perwakilan, yaitu memilih sejumlah kecil dari seluruh anggota masyarakat untuk melaksanakan fungsi-fungsi kontrol, pemberi masukan, pemberi dukungan, serta fungsi mediator antara masyarakat dengan lembaga-lembaga pendidikan. Fungsi-fungsi tersebut dilakukan Dewan Pendidikan di tingkat nasional/propinsi/kabupaten/kota dan Komite Sekolah pada tingkat satuan pendidikan,” jelas D. Budimansyah.

Fungsi Dewan Pendidikan yang disampaikan D. Budimansyah tersebut seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, Pasal 192 Ayat (2), bahwa; Dewan Pendidikan berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

“Kesimpulannya adalah, Dewan Pendidikan sudah punya payung hukum, yaitu PP No 17 tahun 2010. Dan karena itu, payung itu dijadikan modal bagi kita semua untuk terus menggelorakan misi kita mensosialisasikan fungsi-fungsi Dewan Pendidikan kepada masyarakat, terutama kepada mitra-mitra bapak/ibu semua, seperti DPRD, dunia usaha, praktisi pendidikan, dan stakeholder pendidikan lainnya,” pungkas D. Budimansyah.* (4D13) 
sumber : http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/berita/utama/fungsi-dewan.html

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post