Penulis : KUSNI, S.Pd
Unit Kerja : SDN KUDUBANJAR 01
Mata Pelajaran : Matematika
SDN KUDUBANJAR 01 adalah sebuah sekolah yang terletak di pinggiran kecamatan, berjarak kurang dari 20 km dari kota Kabupaten.
Para siswanya berasal dari berbagai lapisan masyarakat yang tingkat perekonomiannya tergolong cukup. Merekapun memiliki semangat belajar yang dibilang cukup lumayan. Berbagai macam prestasipun banyak diukir baik bidang akademik maupun non akademik.

Kondisi seperti ini membuat aku berfikir lebih keras. Aku bertanya dalam hati mengapa hari ini anak-anak tidak bersemangat belajar ya? Akhirnya tiba saatnya tiap-tiap kelompok memprosentasikan hasil kerja kelompok mereka. Aku tunjuk mulai dari kelompok I untuk membacakan hasilnya. Ternyata kelompok I tidak memberikan jawaban yang benar sedangkan kelompok yang lain tak satupun ada yang menanggapi. Begitu seterusnya ketika giliran kelompok yang lain maju hasilnya tetap sama. Diakhir pelajaran aku bertanya kepada anak-anak “ Mengapa hari ini anak-anak tidak semangat belajar ? ” Dengan serempak anak-anak menjawab “ Payah bu habis olah raga “ Sebagian yang lain ada yang menjawab “ Materinya sulit di pahami bu ! “ Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai. Dengan perasaan kecewa aku meninggalkan ruang kelas IV dan ketika aku berjalan menuju kantor sekolah kuberkata dalam hati “ Matahari enggan bersinar maklumlah cuaca hari ini kurang bersahabat, mungkin mendung masih menutupinya.”
Keesokan harinya pada jam pertama aku masuk ruang kelas IV dan setelah kuucapkan salam aku berkata kepada anak-anak , ” Anak-anak hari ini waktunya matematika lagi meneruskan pelajaran yang kemarin, bagaimana kalau kita belajar diluar kelas ? ” Dengan serempak mereka menjawab ” nggeh bu....” Bagus tapi syaratnya kalian harus lebih bersemangat bagaimana setuju ? Sebagian dari mereka menjawab ” setuju ” sebagian lagi ada yang menjawab ” Oke...yes.....yes.........”.
Begitulah cara anak-anak meluapkan kegembiraannya. Sesampai di halaman aku berkata “ anak-anak ...cobalah ambil 10 kerikil yang ada disekitarmu, Setelah itu ambil kerikil tersebut dua-dua.” Lalu kutanyakan kepada anak-anak, ” habiskah kerikil tersebut ? ” Dengan serempak anak-anak menjawab “ Habis ! ” Lalu aku tanyakan lagi “ Cobalah sekarang ambil tiga-tiga ” Masih tersisakah kerikil tersebut ? Anak-anak berebut menjawab “ masih.... masih..... bu ! Aku katakan pada anak-anak , ” Bagus ”. Ketika sepuluh kerikil tadi kita ambil dua-dua berarti bilangan 2 adalah faktor dari sepuluh dan ketika kita ambil tiga-tiga masih tersisa satu, Berarti bilangan 3 bukan faktor dari sepuluh .” Paham anak-anak ?? ”Jawab anak-anak ” Paham bu....”! Sekarang lakukan pengambilan dari bilangan 1 sampai dengan 10. Ternyata masing - masing anak sibuk dan asyik dengan kegiatannya. Kutanyakan kepada anak-anak “ Berapa faktor dari bilangan sepuluh ? ” Anak-anak saling berebut menjawab dan jawabannya benar. Begitu seterusnya, Aku lakukan sampai dengan menemukan faktor persekutuan dari dua bilangan.
Wajah ceria tampak di hati mereka, tak ada lagi beban dan ketakutan pada pelajaran matematika. Bahkan mereka ada yang nylentuk Pertanyaan, “ Besok kalau ada waktunya matematika belajar di luar lagi ya bu ? ” Dengan perasaan senang pelajaran aku akhiri, paling tidak aku sudah bisa berbuat sedikit untuk obat mereka. Ternyata hanya dengan sebuah kerikil bisa membuat mereka senang dengan pelajaran matematika, padahal sebagian besar anak-anak tidak suka dengan pelajaran matematika. Jadi tak selamanya kerikil itu tajam rupanya kali ini kerikil mampu menggugah semangat mereka.